MATERI
MOUNTAINEERING SAKA WANA BAKTI TEMANGGUNG
I. PENDAHULUAN
Aktivitas mendaki gunung akhir-akhir
ini nampaknya bukan lagi merupakan suatu
kegiatan yang langka, artinya tidak
lagi hanya dilakukan oleh orang tertentu (yang menamakan diri sebagai
kelompok Pencinta Alam, Penjelajah Alam dan semacamnya). Melainkan
telah dilakukan oleh orang-orang dari kalangan umum. Namun demikian
bukanlah berarti kita bisa menganggap bahwa segala sesuatu yang
berkaitan dengan aktivitas mendaki gunung, menjadi bidang ketrampilan
yang mudah dan tidak memiliki dasar pengetahuan teoritis. Didalam
pendakian suatu gunung banyak hal-hal yang harus kita ketahui
(sebagai seorang pencinta alam) yang berupa : aturan-aturan
pendakian, perlengkapan pendakian, persiapan, cara-cara yang baik,
untuk mendaki gunung dan lain-lain. Segalanya inilah yang tercakup
dalam bidang Mountaineering. Mendaki gunung dalam pengertian
Mountaineering terdiri dari tiga tahap kegiatan, yaitu :
1. Berjalan (Hill Walking)
Secara khusus kegiatan ini disebut
mendaki gunung. Hill Walking adalah kegiatan yang paling banyak
dilakukan di Indonesia. Kebanyakan gunung di Indonesia memang hanya
memungkinkan berkembangnya tahap ini. Disini aspek yang lebih
menonjol adalah daya tarik dari alam yang dijelajahi (nature
interested)
2. Memanjat (Rock Climbing)
Walaupun kegiatan ini terpaksa harus
memisahkan diri dari Mountaineering, namun ia tetap merupakan cabang
darinya. Perkembangan yang pesat telah melahirkan banyak
metode-metode pemanjatan tebing yang ternyata perlu untuk diperdalam
secara khusus. Namun prinsipnya dengan tiga titik dan berat dan kaki
yang berhenti, tangan hanya memberi pertolongan.
3. Mendaki gunung es (Ice & Snow
Climbing)
Kedua jenis kegiatan ini dapat
dipisahkan satu sama lain. Ice Climbing adalah
cara-cara pendakian tebing/gunung es,
sedangkan Snow Climbing adalah teknik-teknik
pendakian tebing gunung salju. Dalam
ketiga macam kegiatan di atas tentu didalamnya telah mencakup :
Mountcamping, Mount Resque, Navigasi medan dan peta, PPPK pegunungan,
teknikteknik Rock Climbing dan lain-lain.
II. PERSIAPAN MENDAKI GUNUNG
1. Pengenalan Medan
Untuk menguasai medan dan
memperhitungkan bahaya obyek seorang pendaki harus menguasai
menguasai pengetahuan medan, yaitu membaca peta, menggunakan kompas
serta altimeter. Mengetahui perubahan cuaca atau iklim. Cara lain
untuk mengetahui medan yang akan dihadapi adalah dengan bertanya
dengan orang-orang yang pernah mendaki gunung tersebut. Tetapi cara
yang terbaik adalah mengikut sertakan orang yang pernah mendaki
gunung tersebut bersama kita.
2. Persiapan Fisik
Persiapan fisik bagi pendaki gunung
terutama mencakup tenaga aerobic dan kelenturan otot. Kesegaran
jasmani akan mempengaruhi transport oksigen melelui peredaran darah
ke otot-otot badan, dan ini penting karena semakin tinggi suatu
daerah semakin rendah kadar oksigennya.
3. Persiapan Tim
Menentukan anggota tim dan membagi
tugas serta mengelompokkannya dan merencanakan semua yang berkaitan
dengan pendakian.
4. Perbekalan dan Peralatan
Persiapan perlengkapan merupakan awal
pendakian gunung itu sendiri. Perlengkapan mendaki gunung umumnya
mahal, tetapi ini wajar karena ini merupakan pelindung keselamatan
pendaki itu sendiri. Gunung merupakan lingkungan yang asing bagi
organ tubuh kita yang terbiasa hidup di daerah yang lebih rendah.
Karena itu diperlukan perlengkapan yang memadai agar pendaki mampu
menyesuaikan di ketinggian yang baru itu. Seperti sepatu, ransel,
pakaian, tenda, perlengkapan tidur, perlengkapan masak, makanan,
obat-obatan dan lain-lain.
III. BAHAYA DI GUNUNG
Dalam olahraga mendaki gunung ada dua
faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya
suatu pendakian.
1. Faktor Internal
Yaitu faktor yang datang dari si
pendaki sendiri. Apabila faktor ini tidak dipersiapkan dengan baik
akan mendatangkan bahaya subyek yaitu karena persiapan yang kurang
baik, baik persiapan fisik, perlengkapan, pengetahuan, ketrampilan
dan mental.
2. Faktor Eksternal
Yaitu faktor yang datang dari luar si
pendaki. Bahaya ini datang dari obyek pendakiannya (gunung), sehingga
secara teknik disebut bahaya obyek. Bahaya ini dapat berupa badai,
hujan, udara dingin, longsoran hutan lebat dan lain-lain. Kecelakaan
yang terjadi di gunung-gunung Indonesia umumnya disebabkan faktor
intern. Rasa keingintahuan dan rasa suka yang berlebihan dan dorongan
hati untuk pegang peranan, penyakit, ingin dihormati oleh semua orang
serta keterbatasan keterbatasan pada diri kita sendiri.
IV. LANGKAH-LANGKAH DAN PROSEDUR
PENDAKIAN
Umumnya langkah-langkah yang biasa
dilakukan oleh kelompok-kelompok pencinta alam dalam suatu kegiatan
pendakian gunung meliputi tiga langkah, yaitu :
1. Persiapan
Yang dimaksud persiapan pendakian
gunung adalah :
• Menentukan pengurus panitia
pendakian, yang akan bekerja mengurus :
Perijinan pendakian, perhitungan
anggaran biaya, penentuan jadwal pendakian,
persiapan perlengkapan/transportasi
dan segala macam urusan lainnya yang berkaitan
dengan pendakian.
• Persiapan fisik dan mental anggota
pendaki, ini biasanya dilakukan dengan
berolahraga secara rutin untuk
mengoptimalkan kondisi fisik serta memeksimalkan
ketahanan nafas. Persiapan mental
dapat dilakukan dengan mencari/mempelajari
kemungkinan-kemungkinan yang tak
terduga timbul dalam pendakian beserta cara-cara
pencegahan/pemecahannya.
2. Pelaksanaan
Bila ingin mendaki gunung yang belum
pernah didaki sebelumnya disarankan membawa
guide/penunjuk jalan atau paling tidak
seseorang yang telah pernah mendaki gunung tersebut, atau bisa juga
dilakukan dengan pengetahuan membaca jalur pendakian. Untuk
memudahkan koordinasi, semua peserta pendakian dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu :
-Kelompok pelopor
-Kelompok inti
-Kelompok penyapu
Masing-masing kelompok, ditunjuk
penanggungjawabnya oleh komandan lapangan
(penanggungjawab koordinasi).
Daftarkan kelompok anda pada buku pendakian yang tersedia di setiap
base camp pendakian, biasanya menghubungi anggota SAR atau juru kunci
gunung tersebut. Didalam perjalanan posisi kelompok diusahakan tetap
yaitu : Pelopor di depan (disertai guide), kelompok initi di tengah,
dan team penyapu di belakang. Jangan sesekali merasa segan untuk
menegur peserta yang melanggar peraturan ini. Demikian juga saat
penurunan, posisi semula diusahakan tetap. Setelah tiba di puncak dan
di base camp jangan lupa mengecek jumlah peserta, siapa tahu ada yang
tertinggal.
3. Evaluasi
Biasakanlah melakukan evaluasi dari
setiap kegiatan yang anda lakukan, karena
dengan evaluasi kita akan tahu
kekurangan dan kelemahan yang kita lakukan. Ini
menuju perbaikan dan kebaikan (vivat
et floreat).
V. FISIOLOGI TUBUH DI PEGUNUNGAN
Mendaki gunung adalah perjuangan,
perjuangan manusia melawan ketinggian dan segala konsekuensinya.
Dengan berubahnya ketinggian tempat, maka kondisi lingkungan pun
jelas akan berubah. Anasir lingkungan yang perubahannya tampak jelas
bila dikaitkan dengan ketinggian adalah suhu dan kandungan oksigen
udara. Semakin bertambah ketinggian maka suhu akan semakin turun dan
kandungan oksigen udara juga
semakin berkurang. Fenomena alam
seperti ini beserta konsekuensinya terhadap keselamatan jiwa kita,
itulah yang teramat penting kita ketahui dalam mempelajari proses
fisiologi tubuh di daerah ketinggian. Banyak kecelakaan terjadi di
pegunungan akibat kurang pengetahuan, hampa pengalaman dan kurang
lengkapnya sarana penyelamat.
1. Konsekuensi Penurunan Suhu
Manusia termasuk organisme berdarah
panas (poikiloterm), dengan demikian manusia memiliki suatu mekanisme
thermoreguler untuk mempertahankan kondisi suhu tubuh terhadap
perubahan suhu lingkungannya. Namun suhu yang terlalu ekstrim dapat
membahayakan. Jika tubuh berada dalam kondisi suhu yang rendah, maka
tubuh akan terangsang untuk meningkatkan metabolisme untuk
mempertahankan suhu tubuh internal
(mis : dengan menggigil). Untuk
mengimbangi peningkatan metabolisme kita perlu banyak makan, karena
makanan yang kita makan itulah yang menjadi sumber energi dan tenaga
yang dihasilkan lewat oksidasi.
2. Konsekuensi Penurunan Jumlah
Oksigen
Oksigen bagi tubuh organisme aerob
adalah menjadi suatu konsumsi vital untuk menjamin kelangsungan
proses-proses biokimia dalam tubuh, konsumsi dalam tubuh biasanya
sangat erat hubungannya dengan jumlah sel darah merah dari
konsentrasi haemoglobin dalam darah. Semakin tinggi jumlah darah
merah dan konsentrasi Haemoglobin, maka kapasitas oksigen respirasi
akan meningkat. Oleh karena itu untuk mengatasi kekurangan oksigen di
ketinggian, kita perlu mengadakan latihan aerobic, karena disamping
memperlancar peredaran darah, latihan ini juga merangsang memacu
sintesis sel-sel darah merah.
3. Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani adalah syarat utama
dalam pendakian. Komponen terpenting yangditinjau dari sudut faal
olahraga adalah system kardiovaskulare dan neuromusculare.
Seorang pendaki gunung pada ketinggian
tertentu akan mengalami hal-hal yang kurang enak, yang disebabkan
oleh hipoksea (kekurangan oksigen), ini disebut penyakit gunung
(mountain sickness). Kapasitas kerja fisik akan menurun secara
menyolok pada ketinggian 2000 meter, sementara kapasitas kerja
aerobic akan menurun (dengan membawa beban 15 Kg) dan juga derajat
aklimasi tubuh akan lambat. Mountain sickness ditandai dengan
timbulnya gejala-gejala :
• Merasakan sakit kepala atau
pusing-pusing
• Sukar atau tidak dapat tidur
• Kehilangan control emosi atau
lekas marah
• Bernafas agak berat/susah
• Sering terjadi penyimpangan
interpretasi/keinginannya aneh-aneh, bersikap semaunya dan bisa
mengarah kepenyimpangan mental.
• Biasanya terasa mual bahkan
kadang-kadang sampai muntah, bila ini terjadi maka orang ini harus
segera ditolong dengan memberi makanan/minuman untuk mencegah
kekosongan perut.
• Gejala-gejala ini biasanya akan
lebih parah di pagi hari, dan akan mencapai puncaknya pada hari
kedua.
Apabila diantara peserta pendakian
mengalami gejala ini, maka perlu secara dini ditangani/diberi obat
penenang atau dicegah untuk naik lebih tinggi. Bilamana sudah
terlanjur parah dengan emosi dan kelakuan yang aneh-aneh serta tidak
peduli lagi nasehat (keras kepala), maka jalan terbaik adalah
membuatnya pingsan. Pada ketinggian lebih dari 3000 m.dpl, hipoksea
cerebral dapat menyebabkan kemampuan untuk mengambil keputusan dan
penalarannya menurun. Dapat pula timbul rasa percaya diri yang
keliru, pengurangan ketajaman penglihtan dan gangguan pada koordinasi
gerak lengan dan kaki. Pada ketinggian 5000 m, hipoksea semakin nyata
dan pada ketinggian 6000 m kesadarannya dapat hilang sama sekali.
4. Program Aerobik
Program/latihan ini merupakan dasar
yang perlu mendapatkan kapasitas fisik yang maksimum pada daerah
ketinggian. Kapasitas kerja fisik seseorang berkaitan dengan
kelancaran transportasi oksigen dalam tubuh selai respirasi.
Kebiasaan melakukan latihan aerobic secara teratur, dapat menambah
kelancaran peredaran darah dalam tubuh, memperbanyak jumlah pembuluh
darah yang mrmasuki jaringan, memperbanyak sintesis darah merah,
menambah kandungan jumlah haemoglobin darah dan juga menjaga
optimalisasi kerja jantung. Dengan terpenuhinya hal-hal tersebut di
atas, maka mekanisme pengiriman oksigen melalui pembuluh darah ke sel
sel yang membutuhkan lebih terjamin. Untuk persiapan/latihan aerobic
ini biasanya harus diintensifkan selama dua bulan sebelumnya. Latihan
yang teratur ternyata juga dapat meningkatkan kekuatan
(endurance) dan kelenturan
(fleksibility) otot, peningkatan
kepercayaan diri (mental),
keteguhan hati
serta kemauan yang keras.
Didalam latihan diusahakan denyut nadi mencapai 80% dari denyut nadi
maksimal, biasanya baru tercapai setelah lari selama 20 menit.
Seorang yang dapat dikatakan tinggi kesegaran aerobiknya apabila ia
dapat menggunakan minimal oksigen per menit per Kg berat badan. Yang
tentunya disesuaikan dengan usia latihan kekuatan juga digunakan
untuk menjaga daya tahan yang maksimal, dan gerakan yang luwes. Ini
biasanya dengan latihan beban, Untuk baiknya dilakukan aerobic 25-50
menit setiap harinya
VI. PENGETAHUAN DASAR BAGI
MOUNTAINEER
1. Orientasi Medan
A. Menentukan arah perjalanan dan
posisi pada peta
• Dengan dua titik di medan yang
dapat diidentifikasikan pada gambar di peta. Dengan menggunakan
perhitungan teknik/azimuth, tariklah garis pada kedua titik
diidentifikasi tersebut di dalam peta. Garis perpotongan satu titik
yaitu posisi kita pada peta.
• Bila diketahui satu titik
identifikasi. Ada beberapa cara yang dapat dicapai:
:1. Kalau kita berada di jalan setapak
atau sungai yang tertera pada peta, maka perpotongan garis yang
ditarik dari titik identifikasi dengan jalan setapak atau sungai
adalah kedudukan kita.
2. Menggunakan altimeter. Perpotongan
antara garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan kontur pada
titik ketinggian sesuai dengan angka pada altimeter adalah kedudukan
kita.
3. Dilakukan secara kira-kira saja.
Apabila kita sedang mendaki gunung, kemudian titik yang berhasil yang
diperoleh adalah puncaknya, maka tarik garis dari titik identifikasi
itu, lalu perkirakanlah berapa bagian dari gunung itu yang telah kita
daki.
B. Menggunakan kompas
Untuk membaca peta sangat dibutuhkan
banyak bermacam kompas yang dapat dipakai dalam satu perjalanan atau
pendakian, yaitu tipe silva, prisma dan lensa.
C. Peta dalam perjalanan
Dengan mempelajari peta, kita dapat
membayangkan kira-kira medan yang akan dilaui atau dijelajahi.
Penggunaan peta dan kompas memang ideal, tetapi sering dalam praktek
sangat sukar dalam menerapkannya di gunung-gunung di Indonesia. Hutan
yang
sangat lebat atau kabut yang sangat
tebal acap kali menyulitkan orientasi. Penanggulangan dari
kemungkinan ini seharusnya dimulai dari awal perjalanan, yaitu dengan
mengetahui dan mengenali secara teliti tempat pertama yang menjadi
awal perjalanan. Gerak yang teliti dan cermat sangat dibutuhkan dalam
situasi seperi di atas. Ada baiknya tanda alam sepanjang jalan yang
kita lalui diperhatikan dan dihafal, mungkin akan sangat bermanfaat
kalau kita kehilangan arah dan terpaksa kembali ketempat semula. Dari
pengalaman terutama di hutan dan di gunung tropis kepekaan terhadap
lingkungan alam yang dilalui lebih menentukan dari pada kita
mengandalkan alat alat seperti kompas tersebut. Hanya sering dengan
berlatih dan melakukan perjalanan kepekaan itu bisa diperoleh.
2. Membaca Keadaan Alam
A. Keadaan udara
• Sinar merah pada waktu Matahari
akan terbenam. Sinar merah pada langit yang tidak berawan
mengakibatkan esok harinya cuaca baik. Sinar merah pada waktu
Matahari terbit sering mengakibatkan hari tetap bercuaca buruk.
• Perbedaan yang besar antara
temperature siang hari dan malam hari. Apabila
tidak angin gunung atau angin lembab
atau pagi-pagi berhembus angin panas, maka
diramalkan adanya udara yang buruk.
Hal ini berlaku sebaliknya.
• Awan putih berbentuk seperti bulu
kambing. Apabila awan ini hilang atau
hanya lewat saja berarti cuaca baik.
Sebaliknya apabila awan ini berkelompok
seperti selimut putih maka datanglah
cuaca buruk.
B. Membaca sandi-sandi yang
diterapkan di alam menggunakan bahan-bahan dari alam, seperti :
-Sandi dari batu yang dijejer atau
ditumpuk
-Sandi dari batang/ranting yang
dipatahkan/dibengkokkan
-Sandi dari rumput/semak yang diikat
Tujuan dari penggunaan sandi-sandi ini
apabila kita kehilangan arah dan perlu
kembali ke tempat semula atau pulang.
3. Tingkatan Pendakian gunung
Agar setiap orang mengetahui apakah
lintasan yang akan ditempuhnya sulit atau
mudah, maka dalam olahraga mendaki
gunung dibuat penggolongan tingkat kesulitan setiap medan atau
lintasan gunung. Penggolongan ini tergantung pada karakter tebing
atau gunungnya, temperamen dan penampilan fisik si pendaki, cuaca,
kuat dan rapuhnya batuan di tebing, dan macam-macam variabel lainnya.
Kelas 1 : Berjalan. Tidak memerlukan
peralatan dan teknik khusus.
Kelas 2 : Merangkak (scrambling).
Dianjurkan untuk memakai sepatu yang layak.
Penggunaan tangan mungkin diperlukan
untuk membantu.
Kelas 3 : Memanjat (climbing). Tali
diperlukan bagi pendaki yang belum
berpengalaman.
Kelas 4 : Memanjat dengan tali dan
belaying. Anchor untuk belaying mungkin
diperlukan.
Kelas 5 : Memanjat bebas dengan
penggunaan tali belaying dan runner. Kelas ini
dibagi lagi menjadi 13 tingkatan.
Kelas 6 : Pemanjatan artificial. Tali
dan anchor digunakan untuk gerakan naik.
Kelas ini sering disebut kelas A.
Selanjutnya dibagi dalam 5 tingkatan.
III. MANAJEMEN PERJALANAN &
PERALATAN
A. Perencanan perjalanan
Hal pertama yang harus dilakukan
adalah mencari informasi. Untuk mendapatkan data- data kita dapat
memperoleh dari literatur- literatur yang berupa buku-buku atau
artikel-artikel yang kita butuhkan atau dari orang-orang yang pernah
melakukan pendakian pada objek yang akan kita tuju. Tidak salah juga
bila meminta informasi dari penduduk setempat atau siapa saja yang
mengerti tentang gambaran medan lokasi yang akan kita daki.
Selanjutnya buatlah ROP (Rencana
Operasi Perjalanan). Buatlah perencanaan secara detail dan rinci,
yang berisi tentang daerah mana yang dituju, berapa lama kegiatan
berlangsung, perlengkapan apa saja yang dibutuhkan, makanan yang
perlu dibawa, perkiraan biaya perjalanan, bagaimana mencapai daerah
tersebut, serta prosedur pengurusan ijin mendaki di daerah tersebut.
Lalu buatlah ROP secara teliti dan sedetail mungkin, mulai dari
rincian waktu sebelum kegiatan sampai dengan setelah kegiatan.
Aturlah pembagian job dengan anggota pendaki yang lain (satu
kelompok), tentukan kapan waktu makan, kapan harus istirahat, dan
sebagainya.
Intinya dalam perencanaan pendakian,
hendaknya memperhatikan :
¦ Mengenali kemampuan diri dalam tim
dalam menghadapi medan.
¦ Mempelajari medan yang akan
ditempuh.
¦ Teliti rencana pendakian dan rute
yang akan ditempuh secermat mungkin.
¦ Pikirkan waktu yang digunakan dalam
pendakian.
¦ Periksa segala perlengkapan yang
akan dibawa.
Perlengkapan dasar perjalanan
¦ Perlengkapan jalan : sepatu, kaos
kaki, celana, ikat pinggang, baju, topi, jas
hujan, dll.
¦ Perlengkapan tidur : sleeping bag,
tenda, matras dll.
¦ Perlengkapan masak dan makan:
kompor, sendok, makanan, korek dll.
¦ Perlengkapan pribadi : jarum ,
benang, obat pribadi, sikat, toilet paper /
tissu, dll.
¦ Ransel / carrier.
Perlengkapan pembantu
¦ Kompas, senter, pisau pinggang,
golok tebas, Obat-obatan.
¦ Peta, busur derajat, douglass
protector, pengaris, pensil dll.
¦ Alat komunikasi (Handy talky),
survival kit, GPS [kalo ada]
¦ Jam tangan.
Packing atau menyusun perlengkapan
kedalam ransel.
• Kelompokkan barang barang sesuai
dengan jenis jenisnya.
• Masukkan dalam kantong plastik.
• Letakkan barang barang yang ringan
dan jarang penggunananya (mis :
Perlengkapan tidur) pada yang paling
dalam.
• Barang barang yang sering
digunakan dan vital letakkan sedekat mungkin
dengan tubuh dan mudah diambil.
• Tempatkan barang barang yang lebih
berat setinggi dan sedekat mungkin dengan
badan / punggung.
• Buat Checklist barang barang
tersebut
Pedoman Perjalanan Alam Terbuka
Untuk merencanakan suatu perjalanan ke
alam bebas harus ada persiapan dan
penyusunan secara matang. Ada rumusan
yang umum digunakan yaitu 4W & 1 H, yang
kepanjangannya adalah Where,
Who, Why, When dan How.
Berikut ini aplikasi dari rumusan
tersebut:
• Where (Dimana),
untuk melakukan suatu kegiatan alam kita harus mengetahui
dimana yang akan kita digunakan,
misalnya: Natrabu-Gunung Bunder-Bogor.
• Who (Siapa),
apakah anda akan melakukan kegiatan alam tersebut sendiri atau
dengan berkelompok. contoh: satu
kelompok (25 personil) terdiri dari 5 orang
anggota penuh (panitia) dan 20 orang
siswa DIKLAT (peserta)
• Why (Mengapa),
ini adalah pertanyaan yang cukup panjang jawabannya dan bisa
bermacam-macam contoh : Untuk
melakukan DIKLAT.
• When (Kapan)
waktu pelaksanaan kegiatan tersebut, berapa lama ? contoh : 16
Juli 2009 sampai dengan 19 Februari
2009
Dari pertanyaan-pertanyaan 4 W, maka
didapat suatu gambaran sebagai berikut: pada
tanggal 16-19 Juli 2009 akan
diadakan DIKLAT, yang akan dilaksanakan oleh 5
panitia dan diikuti 20 orang siswa
DIKLAT. Tempat yang digunakan untuk DIKLAT
tersebut yaitu di Natrabu-Gunung
Bunder-Bogor.
•How [Bagaimana]
merupakan suatu pembahasan yang lebih komprehensif dari
jawaban pertanyaan diatas ulasannya
adalah sebagai berikut :
• Bagaimana kondisi lokasi
• Bagaimana cuaca disana
• Bagaimana perizinannya
• Bagaimana mendapatkan air
• Bagaimana pengaturan tugas panitia
• Bagaimana acara akan berlangsung
• Bagaimana materi yang disampaikan
• dan masih banyak “bagaimana ?”
lagi (silahkan anda mengembangkannya lagi)
Dari jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan yang timbul itulah kita dapat menyusun
rencana gegiatan yang didalamnya
mencakup rincian :
1. Pemilihan medan, dengan
memperhitungkan lokasi basecamp, pembagian waktu dan
sebagainya.
2. Pengurusan perizinan
3. Pembagian tugas panitia
4. Persiapan kebutuhan acara
5. Kebutuhan peralatan dan
perlengkapan
6. dan lain sebagainya.
Keberhasilan suatu kegiatan di alam
terbuka juga ditentukan oleh perencanaan dan
perbekalan yang tepat. Dalam
merencanakan perlengkapan perjalanan terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan, diantaranya adalah :
1. Mengenal jenis medan yang akan
dihadapi (hutan, rawa, tebing, dll)
2. Menentukan tujuan perjalanan
(penjelajahan, latihan, penelitian, SAR, dll)
3. Mengetahui lamanya perjalanan
(misalnya 3 hari, seminggu, sebulan, dsb)
4. Mengetahui keterbatasan kemampuan
fisik untuk membawa beban
5. Memperhatikan hal-hal khusus
(misalnya : obat-obatan tertentu)
Setelah mengetahui hal-hal tersebut,
maka kita dapat menyiapkan perlengkapan dan
perbekalan yang sesuai dan selengkap
mungkin, tetapi beratnya tidak melebihi
sepertiga berat badan (sekitar 15-20
kg), walaupun ada yang mempunyai kemampuan
mengangkat beban sampai 30 kg.
Dari kegiatan penjelajahan, ada
beberapa jenis perjalanan yang disesuaikan dengan
medannya, yaitu :
1. Perjalanan pendakian gunung
2. Perjalanan menempuh rimba
3. Perjalanan penyusuran sungai,
pantai dan rawa
4. Perjalanan penelusuran gua
5. Perjalanan pelayaran
Untuk perjalanan ilmiah dan
kemanusiaan, bisa pula dikelompokkan berdasarkan jenis medan yang
dihadapi. Dari setiap kegiatan tersebut, kita dapat mengelompokkan
perlengkapannya sebagai berikut :
1. Perlengkapan dasar, meliputi :
o Perlengkapan dalam perjalanan /
pergerakkan
o Perlengkapan untuk istirahat
o Perlengkapan makan dan minum
o Perlengkapan mandi
o Perlengkapan pribadi
2. Perlengkapan khusus, disesuaikan
dengan perjalananan, misalnya
o Perlengkapan penelitian (kamera,
buku, dll)
o Perlengkapan penyusuran sungai
(perahu, dayung, pelampung, dll)
o Perlengkapan pendakian tebing batu
(carabineer, tali, chock, dll)
o Perlengkapan penelusuran gua (helm,
headlamp/senter, harness, sepatu karet, dll)
3. Perlengkapan tambahan
Perlengkapan ini dapat dibawa atau
tergantung evaluasi yang dilakukan (misalnya : semir, kelambu,
gaiter, dll). Mengingat pentingnya penyusunan perlengkapan dalam
suatu perjalanan, maka sebelum memulai kegiatan, sebaiknya dibuatkan
check-list terlebih dahulu. Perlengkapan dikelompokkan menurut
jenisnya, lalu periksa lagi mana yang perlu dibawa dan tidak.
Apabila perjalanan kita lakukan dengan berkelompok, maka
check-list nya untuk perlengkapan regu dan pribadi. Dalam perjalanan
besar dan memerlukan waktu yang lama, kita perlu menentukan
perlengkapan dan perbekalan mana saja yang dibawa dari rumah atau
titik keberangktan, dan perlengkapan atau perbekalan mana saja yang
bisa dibeli di lokasi terdekat dengan tujuan perjalanan kita. Yang
tidak kalah pentingnya adalah anda akan mendapatkan point-point bagi
kalkulasi biaya yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut.
B. Packing
Sebelum melakukan kegiatan alam bebas
kita biasanya menentukan dahulu peralatan dan perlengkapan yang akan
dibawa, jika telah siap semua inilah saatnya mempacking barang-barang
tersebut ke dalam carier atau backpack. Packing yang baik menjadikan
perjalanan anda nyaman karena ringkas dan tidak menyulitkan.
Prinsip dasar yang mutlak dalam
mempacking adalah :
1. Pada saat back-pack dipakai beban
terberat harus jatuh ke pundak, Mengapa beban harus jatuh kepundak,
ini disebabkan dalam melakukan perjalanan [misalnya pendakian] kedua
kaki kita harus dalam keadaan bebas bergerak, jika salah mempacking
barang dan beban terberat jatuh kepinggul akibatnya adalah kaki tidak
dapat bebas bergerak dan menjadi cepat lelah karena beban backpack
anda menekan pinggul belakang. Ingat : Letakkan barang yang berat
pada bagian teratas dan terdekat dengan punggung.
2. Membagi berat beban secara seimbang
antara bagian kanan dan kiri pundak Tujuannya adalah agar tidak
menyiksa salah satu bagian pundak dan memudahkan anda menjaga
keseimbangan dalam menghadapi jalur berbahaya yang membutuhkan
keseimbangan seperti : meniti jembatan dari sebatang pohon, berjalan
dibibir jurang, dan keadaan lainnya.
Pertimbangan lainnya adalah sebagai
berikut :
• Kelompokkan barang sesuai
kegunaannya lalu tempatkan dalam satu kantung
untuk mempermudah pengorganisasiannya.
Misal : alat mandi ditaruh dalam satu
kantung plastik.
• Maksimalkan tempat yang ada,
misalkan Nesting (Panci Serbaguna) jangan
dibiarkan kosong bagian dalamnya saat
dimasukkan ke dalam carrier, isikan bahan
makanan kedalamnya, misal : beras dan
telur.
• Tempatkan barang yang sering
digunakan pada tempat yang mudah dicapai pada
saat diperlukan, misalnya: rain
coat/jas hujan pada kantong samping carrier.
• Hindarkan menggantungkan
barang-barang diluar carrier, karena barang diluar
carrier akan mengganggu perjalanan
anda akibat tersangkut-sangkut dan berkesan
berantakan, usahakan semuanya dapat
dipacking dalam carrier.
Mengenai berat maksimal yang dapat
diangkat oleh anda, sebenarnya adalah suatu angka yang relatif,
patokan umum idealnya adalah 1/3 dari berat badan anda , tetapi ini
kembali lagi ke kemampuan fisik setiap individu, yang terbaik adalah
dengan tidak memaksakan diri, lagi pula anda dapat menyiasati
pemilihan barang yang akan dibawa dengan selalu memilih barang/alat
yang berfungsi ganda dengan bobot yang ringan dan hanya membawa
barang yang benar-benar perlu.
Memilih dan Menempatkan Barang
Dalam memilih barang yang akan dibawa
pergi mendaki atau kegiatan alam bebas
selalu cari alat/perlengkapan yang
berfungsi ganda, tujuannya apalagi kalau bukan untuk meringankan
berat beban yang harus anda bawa, contoh : Alumunium foil, bisa untuk
pengganti piring, bisa untuk membungkus sisa nasi untuk dimakan
nanti, dan yang penting bisa dilipat hingga tidak memakan tempat di
carrier.
Matras ; Sebisa mungkin matras
disimpan didalam carrier jika akan pergi kelokasi
yang hutannya lebat, atau jika akan
membuka jalur pendakian baru. Banyak rekan pendaki yang lebih senang
mengikatkan matras diluar, memang kelihatannya bagus tetapi jika
sudah berada di jalur pendakian, baru terasa bahwa metode ini
mengakibatkan matras sering nyangkut ke batang pohon dan semak
tinggi, lagipula pada saat akan digunakan matrasnya sudah kotor.
Kantung Plastik ; Selalu siapkan
kantung plastik didalam carreir anda, karena akan berguna sekali
nanti misalnya untuk tempat sampah yang harus anda bawa turun, baju
basah dan lain sebagainya. Gunakan selalu kantung plastik untuk
mengorganisir barang barang didalam carrier anda (dapat dikelompokkan
masing-masing pakaian, makanan dan item lainnya), ini untuk
mempermudah jika sewaktu-waktu anda ingin memilih pakaian, makanan
dsb.
Menyimpan Pakaian ;
Jika anda meragukan carrier yang anda
gunakan kedap air atau tidak, selalu bungkuspakaian anda didalam
kantung plastik [dry-zax], gunanya agar pakaian tidak basah dan
lembab. Sebaiknya pakaian kotor dipisahkan dalam kantung tersendiri
dan tidak dicampur dengan pakaian bersih.
Menyimpan Makanan ;
Pada gunung-gunung tertentu (misalnya
Rinjani) usahakan makanan dibungkus dengan
plastik dan ditutup rapat kemudian
dimasukkan kedalam keril, karena monyet-monyet
didekat puncak / base camp terakhir
suka membongkar isi tenda untuk mencari
makanan.
Menyimpan Korek Api Batangan ;
Simpan korek api batangan anda didalam
bekas tempat film (photo), agar korek api anda selalu kering
Packing Barang / Menyusun Barang Di
Carrier ;
Selalu simpan barang yang paling berat
diposisi atas, gunanya agar pada saat
carrier digunakan, beban terberat
berada dipundak anda dan bukan di pinggang anda
hingga memudahkan kaki melangkah.
C. Perlengkapan Pribadi Alam Bebas
Outdoor activity atau kegiatan alam
bebas merupakan kegiatan yang penuh resiko dan memerlukan perhitungan
yang cermat. Jika salah-salah maka bukan mustahil musibah akan
mengancam setiap saat. Sebagai contoh, sebuah referensi pernah
mencatat bahwa salah satu kegiatan alam bebas yaitu rock climbing
[panjat tebing] merupakan jenis olahraga yang resiko kematiannya
merupakan peringkat ke-2 setelah olahraga balap mobil formula-1.
Tentu saja resiko tersebut terjadi
apabila safety-procedure tidak menjadi perhatian yang serius, tetapi
apabila safety-procedure diperhatikan dan sering berlatih, maka
resiko tersebut dapat ditekan sampai titik paling aman.
Perjalanan alam bebas pasti akan
bersentuhan dengan cuaca, situasi medan dan waktu yang kadang tidak
bersahabat, baik malam atau siang hari, oleh karena itu perlu
dipersiapkan perlengkapan yang memadai.
Salah satu “perisai diri” ketika
melakukan aktivitas alam bebas adalah perlengkapan diri pribadi.
Berikut digambarkan beberapa perlengkapan pribadi standard.
1. Tutup kepala/topi
Untuk melindungi diri dari cuaca panas
atau dingin perlu penutup kepala. Dalam keadaan panas atau hujan,
maka tutup kepala yang baik adalah yang juga dapat melindungi kepala
dan wajah sekaligus. Untuk ini pilihan terbaik adalah topi rimba atau
topi yang punya pelindung keliling. Topi pet atau topi softball tidak
direkomendasikan. Pada cuaca dingin malam hari atau di daerah tinggi,
maka penutup kepala yang baik adlah yang dapat memberikan rasa
hangat. Pilihannya adalah balaklava atau biasa disebut kupluk.
2. Syal-slayer
Slayer atau syal bukan hanya digunakan
sebagai identitas organisasi, tetapi sebetulnya mempunyai fungsi
lainnya. Syal/slayer dapat digunakan untuk menghangatkan leher ketika
cuaca dingin, dapat juga digunakan sebagai saringan air ketika
survival. Syal/slayer juga sangat berguna ketika dalam keadaan
darurat, baik digunakan untuk perban darurat atau sebagai alat peraga
darurat. Oleh karenanya disarankan menggunakan syal/slayer yang
berwarna mecolok dan terbuat dari bahan yang kuat serta dapat
menyerap air namun cepat kering.
3. Baju
Kebutuhan ini multak, tidak bisa
beraktivitas tanpa baju [bayangkan kalau tanpa ini, maka kulit akan
terbakar matahari]. Baju yang baik adalah dari bahan yang dapat
menyerap keringat, tidak disarankan menggunakan baju dari bahan nilon
karena panas dan tidak dapat meyerap keringat. Baju dengan bahan
demikian biasanya adalah planel atau paling tidak kaos dari bahan
katun.
Pilihan warna untuk aktivitas lapangan
seperti halnya juga slayer/syal adalah yang
mencolok agar bisa terjadi keadaan
darurat [misalnya hilang] dapat dengan mudah
diidentifikasi dan dikenali.
Dalam beraktivitas di alam bebas
jangan pernah melupakan baju salin/ganti, hal ini karena aktivitas
lapangan akan sangat banyak mengeluarkan energi yang membuat badan
kita berkeringat. Bawalah baju salain 2 atau 3 buah.
4. Celana
Celana lapang yang baik adalah yang
memnuhi syarat ringan, mudah kering dan dapat menyerap keringat.
Pemakaian bahan jeans sangat tidak direkomendasikan karena berat dan
susah kering dan membuat lecet. Celana yang baik adalah kain dengan
tenunan ripstop [bila berlubang kecil tidak merembet atau robek
memanjang]. Bila aktivitas dilakukan di daerah pantai atau perairan
juga baik bila menggunakan bahan dari parasut tipis. Selain celana
panjang, jangan lupa bahwa under-wear juga penting. jangan lupa juga
untuk menyediakan serep ganti.
5. Jaket
Salah satu perlengkapan penting dalam
alam bebas adalah jaket. Jaket digunakan
untuk melindungi diri dari dingin
bahkan sengatan matahari atau hujan. Jaket yang baik adalah model
larva, yaitu jaket yang panjang sampai ke pangkal paha. Jaket ini
juga biasanya dilengkapi dengan penutup kepala [kupluk]. Akan sangat
baik bila jaket yang memiliki dua lapisan (double-layer). Lapisan
dalam biasanya berbahan penghangat dan menyeyerap keringat seperti
wool atau polartex, sedang lapisan luar berfungsi menahan air dan
dingin. Kini teknologi tekstil sudah mampu memproduksi Gore-Tex bahan
jaket yang nyaman dipakai saat mendaki bahan ini memungkinkan kulit
tetap bernafas, tidak gerah mengeluarkan keringat mampu menahan angin
(wind breaking) dan resapan air hujan (water proff) sayang, bahan ini
masih mahal. Yang paling baik jaket terbuat dari bulu angsa-biasanya
digunakan untuk kegiatan pendakian gunung es].
6. Slepping bag
Istirahat adalah kebutuhan pegiat alam
bebas setelah aktivitas yang melelahkan seharian. Tempat istirahat
yang ideal adalah dengan menggunakan slepping bag [kantong tidur].
Slepping bag yang baik juga biasanya terbuat dari dua sisi, yaitu
yang dingin, licin dan tahan air satu sisi, dan yang hangat dan tebal
disisi lain. Penggunaannya sesuai dengan cuaca saat istirahat.
7. Sepatu
Sepatu yang baik yaitu yang melindungi
tapak kaki sampai mata kaki, kulit tebal tidak mudah sobek bila kena
duri. keras bagian depannya, untuk melindungi ujung jari kaki apabila
terbentur batu. bentuk sol bawahnya dapat menggigit ke segala arah
dan cukup kaku, ada lubang ventilasi bersekat halus. Gunakan sepatu
yang dapat dikencangkan dan dieratkan pemakaiannya [menggunakan ban
atau tali. Dilapangan sepatu tidak boleh longgar karena akan
menyebabkan pergesekan kaki dengan sepatu yang berakibat lecet.
Penggunaan sepatu juga harus dibarengi dengan kaos kaki. Untuk ini
juga sebaiknya disediakan kaos kaki serep bila suatu saat basah.
8. Carrier
Carrier bag atau ransel sebaiknya
gunakan yang tidak terlalu besar tetapi juga tidak terlampau kecil,
artinya mampu menampung perlengkapan dan peralatan yang dibawa.
Sebaiknya jangan menggunakan carrier yang mempunyai banyak kantong
dibagian luar karena dalam keadaan tertentu ini akan menghambat
pergerakan. Gunakan carrier yang ramping walaupun agak tinggi, ini
lebih baik daripada yang gemuk tetapi rendah. Sebelum berangkat harus
diperhatikan jahitan-jahitannya, karena kerusakan pada jahitan
terutama sabuk sandang akan berakibat sangat fatal.
9. Alat masak, makan dan mandi
Perlengkapan sangat penting lainnya
adalah alat masak, makan dan mandi. Bagimanapun juga dalam kondisi
lapangan kita sangat perlu untuk menghemat aktu dan bahan masalak.
Gunakan alat dari alumunium karena cepat panas, untuk ini nesting
menjadi pilihan yang sangat baik, disamping dia ringkas dan serba
guna. Juga perlu dipersiapkan alat bantu makan lainnya (sendok,
piring, dll) dan pastikan bahan bakar untuk memasak / membuat api
seperti lilin, spirtus, parafin, dll. Jangan lupa juga siapkan
phiples minum sebagai bekal perjalanan [saat ini banyak tersedia
model dan jenis phipless]. Perlengkapan mandi juga sangat penting
karena tidak jarang perjalanan dilakukan berhari-hari dengan tubuh
penuh keringat. Bawalah alat mandi seperti sabun yang berkemasan tube
agar mudah disimpan dan tidak perlu membuang sampah bungkusan
disembarang tempat.
10. Obat-obatan dan Survival Kits
Perlengkapan pribadi lainnya yang
sangat penting adalah obat-obatan, apalagi kalau pegiat mempunyai
penyakit khusus tertentu seperti asma. Disamping obat-obatan juga
setidaknya mempunyai kelengkapan survival kits.
D. Perencanaan Perbekalan
Dalam perencanaan perjalanan,
perencanaan perbekalan merupakan salah satu hal yang perlu mendapat
perhatian khusus. Beberapa hal yang perlu diperhatikan :
Lamanya perjalanan yang akan dilakukan
Aktifitas apa saja yang akan dilakukan
Keadaaan medan yang akan dihadapi
(terjal, sering hujan, dsb)
Sehubungan dengan keadaan diatas, ada
beberapa syarat yang harus diperhatikan
dalam merencanakan perjalanan:
a. Cukup mengandung kalori dan
mempunyai komposisi gizi yang memadai.
b. Terlindung dari kerusakan, tahan
lama, dan mudah menanganinya.
c. Sebaiknya makanan yang siap saji
atau tidak perlu dimasak terlalu lama, irit
air dan bahan bakar.
d. Ringan, mudah didapat
e. Murah
Untuk dapat merencanakan komposisi
bahan makanan agar sesuai dengan syarat-syarat diatas, kita dapat
mengkajinya dengan langkah-langkah berikut :
Dengan informasi yang cukup lengkap,
perkirakan kondisi medan, aktifitas tubuh yang perlukan, dan lamanya
waktu. Perhitungkan jumlah kalori yang diperlukan. Susun daftar
makanan yang memenuhi syarat diatas, kemudian kelompokan menurut
komposisi dominan. Hidrat arang, ptotein, lemak, hitung masing-masing
kalori totalnya (setelah siap dimakan).
Perhitungan untuk vitamin dan mineral
dapat dilakukan terakhir, dan apabila ada
kekurangan dapat ditambah tablet
vitamin dan mineral secukupnya.
Catatan :
Kandungan kalori : – hidrat arang 4
kal/gr
- lemak 9 kal/gr
- protein 4 kal/gr
Kalori paling cepat didapat dari :
1. Hidrat arang
2. lemak
3. protein
Kebutuhan kalori per 100 pounds berat
badan (sekitar 45 kg)
1 Metabolisme basal 1100 kalori
2 Aktifitas tubuh :
- Jalan Kaki 2 mil/jam 45 kal/jam , 3
mil/jam 90 kal/jam , 4 mil/jam 160 kal/jam
- Memotong kayu/tebas 260
kal/jam
- Makan 20 kal/jam
- Duduk (diam) 20 kal/jam
- Bongkar pasang ransel, buat camp 50
kal/jam
-Menggigil 220 kal/jam
3 Aktifitas dinamis khusus = 6 – 8 %
dari 1 dan 2
4 Total kalori yang dibutuhkan = 1 + 2
+ 3
Jenis Bahan Makanan dan Macam Makanan
Sumber kalori dari hidrat arang tiap
100 gram:
- Beras giling 360 kal Nasi 178 kal
- Havermout 390 kal Kentang 90 kal
- Singkong 140 kal Macaroni 363 kal
- Maizena 343 kal Roti 248 kal
- Tape singkong 173 kal Gaplek 363 kal
- Biskuit 458 kal Sagu 353 kal
- Terigu 365 kal Ubi 123 kal
- Gula pasir 364 kal Gula aren 368 kal
- Madu 294 kal Coklat pahit 504 kal
- Coklat manis 472 kal Coklat susu 381
kal
Sumber Protein (tiap 100 gram):
-Tempe 119 kla
-Kacang tanah rebus dengan kulit 360
kal
-Telur ayam 162 kal
-Telur bebek 189 kal
Sumber protein dan lemak (tiap 100
gram):
-Corned 241 kal
-Daging asap 191 kal
-Dendeng 433 kal
-Sardens 338 kal
Menu makanan satu hari :
-Mie 1.5 gelas 335 kal
-Susu kental manis ½ gelas 336 kal
-Dodol ½ ons 200 kal
-Coklat 1 ons 472 kal
-Nasi 2 ons 360 kal
-Roti 1 ons 248 kal
-Biscuit 1 ons 458 kal
-Corned ½ ons 120 kal
-Dendeng 1 ons 433 kal
TOTAL 2962 kal
“Bila engkau tidak dapat menjadi
beringin yang tegak diatas puncak bukit, maka jadilah saja rumput,
tetapi rumput yang tumbuh memperkuat tanggul. Bila engkau tidak bisa
menjadi jalan besar, maka jadilah saja jalan setapak, tetapi jalan
setapak yang menuju ke mata air. Tidak semuanya dapat menjadi
nahkoda, tentu harus ada kelasi. Sebaik-baiknya engkau adalah menjadi
dirimu sendiri.”
Perjalanan ke alam terbuka pasti
mengandung resiko. Tiap perjalanan memiliki tingkat resiko dan bahaya
yang bervariasi.bahaya dan resiko tersebut dapat jauh diminimalisir
dengan berbagai persiapan. Persiapan umum yang harus dimiliki seorang
pendaki sebelum mulai naik gunung antara lain:
1. Membawa alat navigasi berupa peta
lokasi pendakian, peta, altimeter [Alat pengukur ketinggian suatu
tempat dari permukaan laut], atau kompas. Untuk itu, seorang pendaki
harus paham bagaimana membaca peta dan melakukan orientasi. Jangan
sekali-sekali mendaki bila dalam rombongan tidak ada yang
berpengalaman mendaki dan berpengetahuan mendalam tentang navigasi.
2. Pastikan kondisi tubuh sehat dan
kuat. Berolahragalah seperti lari atau berenang secara rutin sebelum
mendaki.
3. Bawalah peralatan pendakian yang
sesuai. Misalnya jaket anti air atau ponco, pisahkan pakaian untuk
berkemah yang selalu harus kering dengan baju perjalanan, sepatu
karet atau boot (jangan bersendal), senter dan baterai secukupnya,
tenda, kantung tidur, matras.
4. Hitunglah lama perjalanan untuk
menyesuaikan kebutuhan logistik. Berapa
banyak harus membawa beras, bahan
bakar, lauk pauk, dan piring serta gelas.
Bawalah wadah air yang harus selalu
terisi sepanjang perjalanan.
5. Bawalah peralatan medis, seperti
obat merah, perban, dan obat-obat khusus
bagi penderita penyakit tertentu.
6. Jangan malu untuk belajar dan
berdiskusi dengan kelompok pencinta alam yang
kini telah tersebar di sekolah
menengah atau universitas-universitas.
7. Ukurlah kemampuan diri. Bila tidak
sanggup meneruskan perjalanan, jangan
ragu untuk kembali pulang.
Memang, mendaki gunung memiliki unsur
petualangan. Petualangan adalah sebagai satu bentuk pikiran yang
mulai dengan perasaan tidak pasti mengenai hasil perjalanan dan
selalu berakhir dengan perasaan puas karena suksesnya perjalanan
tersebut. Perasaan yang muncul saat bertualang adalah rasa takut
menghadapi bahaya secara fisik atau psikologis. Tanpa adanya rasa
takut maka tidak ada petualangan karena tidak ada pula tantangan.
Risiko mendaki gunung yang tinggi,
tidak menghalangi para pendaki untuk tetap melanjutan pendakian,
karena Zuckerma menyatakan bahwa para pendaki gunung memiliki
kecenderungan sensation seeking [pemburuan sensasi] tinggi. Para
sensation seeker menganggap dan menerima risiko sebagai nilai atau
harga dari sesuatu yang didapatkan dari sensasi atau pengalaman itu
sendiri. Pengalamanpengalaman yang menyenangkan maupun kurang
menyenangkan tersebut membentuk self-esteem [kebanggaan /kepercayaan
diri].
Pengalaman-pengalaman ini selanjutnya
menimbulkan perasaan individu tentang dirinya, baik perasaan positif
maupun perasaan negatif. Perjalanan pendakian yang dilakukan oleh
para pendaki menghasilkan pengalaman, yaitu pengalaman keberhasilan
dan sukses mendaki gunung, atau gagal mendaki gunung. Kesuksesan yang
merupakan faktor penunjang tinggi rendahnya self-esteem, merupakan
bagian dari pengalaman para pendaki dalam mendaki gunung.
Fenomena yang terjadi adalah apakah
mendaki gunung bagi para pendaki merupakan sensation seeking untuk
meningkatkan self-esteem mereka? Selanjutnya, sensation seeking bagi
para pendaki gunung kemungkinan memiliki hubungan dengan self-esteem
pendaki tersebut. Karena pengalaman yang dialami para pendaki dalam
pendakian dapat berupa keberhasilan maupun kegagalan.
Persiapan mendaki gunung
Persiapan umum untuk mendaki gunung
antara lain kesiapan mental, fisik, etika, pengetahuan dan
ketrampilan.
• Kesiapan mental.
Mental amat berpengaruh, karena jika
mentalnya sedang fit, maka fisik pun akan
fit, tetapi bisa saja terjadi
sebaliknya.
• Kesiapan fisik.
Beberapa latihan fisik yang perlu kita
lakukan, misalnya : Stretching
/perenggangan [sebelum dan sesudah
melakukan aktifitas olahraga, lakukanlah
perenggangan, agar tubuh kita dapat
terlatih kelenturannya]. Jogging (lari pelan
pelan) Lama waktu dan jarak sesuai
dengan kemampuan kita, tetapi waktu, jarak dan
kecepatan selalu kita tambah dari
waktu sebelumnya. Latihan lainnya bisa saja sit-
up, push-up dan pull-up Lakukan sesuai
kemampuan kita dan tambahlah porsinya
melebihi porsi sebelumnya.
• Kesiapan administrasi.
Mempersiapkan seluruh prosedur yang
dibutuhkan untuk perijinan memasuki kawasan
yang akan dituju.
• Kesiapan pengetahuan dan
ketrampilan.
Pengetahuan untuk dapat hidup di alam
bebas. Kemampuan minimal yang perlu bagi
pendaki adalah pengetahuan tentang
navigasi darat, survival serta EMC [emergency
medical care] praktis.
Mengenal Jenis Gunung dan Grade
Pendakian
Pada garis besar gunung terbagi
menjadi 2, yaitu gunung berapi/aktif dan tidak
aktif. Berdasar bentuknya dibagi
menjadi :
1. Gunung berapi perisai (Gunung
berapi lava) == seperti perisai
2. Gunung berapi strato
3. Gunung berapi maar == Gunung berapi
yang meletus sekali dan segala aktivitas
vulkanisme terhenti, yang tinggal
hanya kawahnya saja.
Macam dan tingkat pendakian gunung
macam pendakian, yaitu pendakian gunung
bersalju (es) dan gunung batu.
Keduanya mambutuhkan persiapan dan perlengkapan
yang matang. Menurut Club
“Mountaineers”, Seatle Washington, dasar pembagian
tingkat pendakian ada dua cara.
1. Berdasar penggunaan alat teknis
yang dipakai ( class)
• class 1 ; lintas alam tanpa
bantuan tangan
• class 2 ; dibutuhkan bantuan
tangan
• class 3 ; pendakian yang mudah
memerlukan kaki dan tangan dalam mendaki,
tali mungkin dibutuhkan oleh pemula
• class 4 ; pendakian memerlukan
tali pengaman
• class 5 ; dibutuhkan tali dan
pengaman peralatan lain seperti : piton,
runner, chocks dll
• class 6 ; mandaki dengan tali
dengan peralatan bantuan sepenuhnya berpijak
diatas paku tebing, memenjat rantai
sling atau mengunakan stirupss
Pendakian claass 4 masuk dalam
katagori scrembling [Mendaki dengan cara
mempergunakan badan sebagai
keseimbangan serta tangan untuk berpegangan dengan
medan yang miring sampai 45 derajat]
dan class 5 – 6 sudah dapat dikatagorikan
sebagai climbing [panjat]. Dimana
class 5 merupakan free-climbing [Pemanjatan
dengan tanpa menggunakan alat tehnis
untuk menambah ketinggian, alat hanya sebagai
pengaman saja ] dan class 6 adalah
artificial climbing [Pemanjatan dengan
menggunakan alat tehnis sebagai
pembantu menambah ketinggian, misalnya dipijak
atau disentak dan dipegang ]. Apa bila
dilakukan di gunung batu / cadas disebut
rock climbing dan bila dilakukan di
gunung es disebut dengan snow and ice climbing
.
2. Berdasar lama waktu akibat
sukarnya pendakian dalam medan pendakian (grade)
• grade I, bagian yang sukar dapat
ditempuh dalam beberapa jam
• grade II, bagian yang sukar
ditempuh dalam setengah hari
• grade III, bagian yang sukar
ditempuh dalam sehari penuh
• grade IV, bagian yang sukar
ditempuh dalam sehari penuh dan memerlukan
bantuan lereng-lereng sempit untuk
bisa naik
• grade V, bagian yang sukar
ditempuh dalam waktu 1,5-2,5 hari
• grade VI, bagian yang sukar
ditempuh dalam waktu 2 hari atau lebih dan
dengan banyak sekali kesulitan
3. Berdasarkan tingkat keamanan
pemanjat dari kemampuan alat yang digunakan
• A1 ;aman sekali, peralatan yang
dipasang dan digunakan dapat diandalkan
untuk menjaga keselamatan pendaki
• A2 ;aman, jikapun terjadi masalah,
alat masih dapat diandalkan untuk
mencegah akibat yang lebih fatal
[misalnya jatuh tidak sampai kedasar]
• A3 ;penggunan alat pengaman cukup
aman tetapi tidak dapat diandalkan untuk
menjaga resiko jatuh, kecuali dengan
pemasangan yang sangat teliti dan fall-faktor
yang tidak terlalu berbeban tinggi.
Bila fall faktor tinggi, maka alat-alat akan
copot dan pendaki bisa menerima akibat
fatal
• A4 ;pengaman yang digunakan tidak
dapat diharapkan untuk dapat menahan beban
jatuh, cenderung hanya sebagai
pengaman psykologis untuk menguatkan mental pendaki
4. Berdasarkan tingkat kesulitan
[difficult] medan pendakian
Tingkatan pedakian dengan dasar
perhitungan ini bisa disebut juga dengan Yossemite Decimal System
[YDS]. Pang-katagorian berasal dari USA dan saat ini banyak di
gunakan untuk menentukan grade kesulitan panjat tebing. Oleh karena
itu YDS
dimulai dengan grade 5 dan seterusnya.
Pengkatagorian demikian biasanya digunakan untuk jenis pendakian
free-climbing atau free-soloing [Memanjat sendiri tanpa alat bantu
dan pengaman apapun, biasanya pada jalur pendek]
Anehnya YDS sendiri menyalahi kaidah
matematis penghitungan decimal, dimana misalnya suatu jalur mempunyai
ketinggian 5,9 [lima point sembilan] lalu grade selanjutnya menjadi
5.10 [lima point sepuluh]. Peng-angka-an ini menjadi “aneh”
akibat grade 5.9 lebih rendah dibanding dengan 5.10, padahal dalam
matematika sebaliknya.
YDS sendiri diawali dengan grade 5.8
atau 5.9, selanjutnya 5.10, 5.11, 5.12, 5.13
dan 5.14. Sampai saat ini tidak ada
grade melebihi 5.14. Perkembangan keanehan peng-angka-an decimal ini
menurut beberapa diskusi pegiatan pendakian dan panjat tebing akibat
keselahan memprediksikan kemampuan pendakian pada saat system YDS
dipublikasikan. Dimana pada saat itu diperkirakan kemampuan pendakian
/ panjat hanya sampai grade 5.9. Padahal dalam kemudian berkembangan
kemampuan pendakian / pemanjatan yang lebih mutakhir dan luar bisa.
Bahkan saking sulitnya menentukan
dengan hanya angka-angka decimal yang terbatas, seiring dengan
banyaknya jalur pendakian/pemanjatan yang dibuat oleh kalangan
pemanjat, maka grade decimalpun ditambahkan dibelangkannya dengan
alfhabet.
Contoh; 5.12a, 5.13 d atau 5.14 c
Memang sampai saat sekarang barangkali
hanya ada beberapa jalur yang dibuat manusia dengan grade 5.14,
itupun terbatas pada jalur-jalur pendek. Secara umum grading dengan
YDS dapat dijelaskan sebagai berikut :
• 5.8 ; jalur yang ditempuh mudah,
grip [pegangan] sangat bisa digunakan oleh
bagian tubuh yang ada untuk menambah
ketinggian
• 5.9 ; jalur yang ditempuh dengan
metode 3 bertahan 1 mencari
• 5.10 ; jalur yang ditempuh dengan
metode 3 bertahan 1 mencari, hanya saja
perlu keseimbangan [balance] yang baik
• 5.11 ; dapat bertahan pada 2 atau
3 grip dengan satu diantaranya sangat
minim dan perlu keseimbangan. Jalur
hang hampir bisa dipastikan memiliki grade
demikian.
• 5.12 ; terdapat 2 dari 2 kaki dan
2 tangan yang dapat digunakan untuk
menambah ketinggian. Dengan kondisi
grip yang kecil di satu bagiannya atau paling
tidak sama
• 5.13 ; hanya 1 dari diantara 2
kaki dan 2 tangan yang dapat digunakan untuk
menambah ketinggian, itupun dengan
grip yang sangat minim.
• 5.14 ; “mulus seperti kaca”,
tidak mungkin terpikirkan untuk dapat dibuat
jalur pendakian/pemanjatan
Makanan (logistik)
Makanan yang dibawa seharusnya dapat
memenuhi kebutuhan energi pendaki, selama pendakian seserorang
membutuhkan sitar 5.000 kalori dan 100 gram protein, kalori dapat
dipenuhi dengan mengkonsumsi nasi. Namun ada baiknya hanya memakan
nasi satu kali sehari di kala malam (saat berkemah) alasayanya beras
realtif berat dan memerluakan waktu yang lama untu memasak serta
menghabiskan banyak bahan bakar. Fungsi beras dapat diganti dengan
roti, biskuit, coklat, dan hevermit.
Hal yang perlu diperjatikan hindari
mengkonsumsi makanan yang harus dimasak lebih dahulu selama mendaki,
karena hal ini hanya akan merepotkan dan menghabiskan waktu
perjalanan. Pilihlah makanan praktis seperti coklat, roti, agar-agar,
buah-buahan, dapat juga dibuat mixfood yang terdiri atas kacang,
coklat, biskuit dan kismis.
Umumnya makanan yang paling praktis
dibawa adalah makanan instan yang memiliki kemasan, buanglah kemasan
karton sebelum dimasukan dalam ransel dengan demikian berat ransel
dapat berkurang dan makanan yang dibawapun tidak banyak memakan
tempat didalam ransel.
Peralatan lain
Selain peralatan dan sejumlah
perlengkapan, jangan lupa membawa perlengkapan kecil yang terdanag
dirasa sepele, namun amat penting. Perlengkapan itu berupa obat
obatan seperti pelester, obat merah, tisu basah dan kering, senter,
benang, jarum jahit, jam dan alat tulis. Peralatan itu terkandang
dibutuhkan dalam keadaan darurat atau menjaga tubuh tetap bersih.
Hal terakhir yang tidak kalah
pentingnya adalah jangan lupa membawa tas / kantong plastik, tas
plastik tersebut dibutuhkan untuk menaruh barang-barang yang kotor
dan basah sebelum dicuci dan tas plastik juga berfungsi untuk membawa
kembali sampah-sampah pendakian, sampah-sampah sisa makanan atau
berkemah, janganlah dibuang
begitu saja di alam terbuka.
Selain mengotori, membuang sampah dapat menyulitkan usaha pencarian
dan pertolongan bagi pendaki yang tersesat atau mengalami kecelakaan,
kerap kali usaha pencarian oarang tersesat terbantu dengan petunjuk
dari barang-barang yang tercecer.
Jenis-Jenis Pendakian / Perjalanan
Olah raga mendaki gunung sebenarnya
mempunyai tingkat dan kualifikasinya. Seperti yang sering kita kenal
dengan istilah mountaineering atau istilah serupa lainnya. Menurut
bentuk dan jenis medan yang dihadapi, mountaineering dapat dibagi
sebagai
berikut :
1. Hill Walking / Feel Walking
• Perjalanan mendaki bukit-bukit
yang relatif landai. Tidak membutuhkan
peralatan teknis pendakian. Perjalanan
ini dapat memakan waktu sampai beberapa
hari. Contohnya perjalanan ke Gunung
Gede atau Ceremai.
2. Scarmbling
• Pendakian setahap demi setahap
pada suatu permukaan yang tidak begitu
terjal. Tangan kadang-kadang
dipergunakan hanya untuk keseimbangan. Contohnya :
pendakian di sekitar puncak Gunung
Gede Jalur Cibodas.
3. Climbing
• Dikenal sebagai suatu perjalanan
pendek, yang umumnya tidak memakan waktu
lebih dari 1 hari,hanya rekreasi
ataupun beberapa pendakian gunung yang praktis.
Kegiatan pendakian yang membutuhkan
penguasaan teknik mendaki dan penguasaan
pemakaian peralatan.
Bentuk climbing ada 2 macam :
a. Rock Climbing
-pendakian pada tebing-tebing batau
atau dinding karang. Jenis pendakian ini yang
umumnya ada di daerah tropis.
b. Snow and Ice Climbing
-Pendakian pada es dan salju. Pada
pendakian ini, peralatan-peralatan khusus
sangat diperlukan, seperti ice axe,
ice screw, crampton, dll.